![]() |
Yusril Ihza Mahendra dan kliennya, Syafruddin Temenggung (Foto: Nur Indah Fatmawati/detikcom) |
“Jadi kami ingin menegaskan bahwa sebenarnya tuntutan terhadap Pak Syafruddin Temenggung ini error in persona. Jadi salah orang sebenarnya, dan ini sangat penting diketahui oleh masyarakat. Yang seharusnya dibawa ke pemeriksaan, tahanan, dan penuntutan itu sebenarnya bukan beliau, bukan Pak Syafruddin,” ujar Yusril di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (18/4/2018).
Saat BPPN dibubarkan, lanjut Yusril, kliennya juga sudah menyerahkan hak tagih BPPN–terhadap para petani tambak tersebut–kepada Menteri Keuangan yang menjabat tahun 2004. Selanjutnya aset itu dijual pada 2007.
Inilah yang disebut Yusril kemudian menjadi kerugian negara. Menurutnya yang diadili seharusnya menteri keuangan yang menjabat saat itu.
Namun, Yusril enggan menuding langsung, siapa yang dimaksud olehnya. Hanya saja, sebagai informasi, jabatan Menteri Keuangan tersebut saat itu diduduki oleh Sri Mulyani.
Akibat kasus ini, negara disebut KPK menderita kerugian hingga Rp 4,58 triliun. Tetapi, tersangka dalam kasus ini, Syafruddin, bersikeras tidak menyebabkan kerugian akibat penjualan aset tersebut.
“Oh saya nggak tahu kerugian negaranya. Yang menjual bukan saya. Itu yang Profesor Yusril bilang error in persona, menunjuk saya sebagai (tersangka), yang jual bukan saya kok. BPPN sudah bubar,” kata Syafruddin di tempat yang sama.
Hari ini juga KPK telah melimpahkan berkas perkara Syafruddin ke penuntutan. Tak lama lagi, kasus ini akan segera disidangkan.
Dalam kasus ini, KPK menyebut Syafruddin mengusulkan disetujuinya KKSK perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Dari audit terbaru BPK, KPK menyebut nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini menjadi Rp 4,58 triliun. Nilai itu disebabkan Rp 1,1 triliun yang dinilai sustainable, kemudian dilelang dan didapatkan hanya Rp 220 miliar. Sisanya, Rp 4,58 triliun, menjadi kerugian negara. [nif/dhn/detik]