Berita  

Yusril sebut, UU Keistimewaan DIY Nomor 13 Tahun 2012 Terlalu Jauh Mencampuri Urusan Internal Keraton

Depan Keraton Yogyakarta (net)
DI-YOGYAKARTA, SriwijayaAktual.com  – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza
Mahendra menilai Undang Undang Keistimewaan (UUK) DIY No 13 Tahun 2012
terlalu mencampuri urusan internal keraton. UU tersebut menjadi polemik
karena terkait suksesi Gubernur DIY dan Keraton Yogyakarta terus menuai
pro dan kontra.
Ia Katakan, apakah nantinya penerus takhta adalah laki-laki atau
wanita, sepenuhnya diserahkan ke internal keraton. Undang-undang tidak
perlu mengaturnya.
“Kalau keraton sudah sampai pada suatu kesepakatan bahwa wanita bisa
jadi sultan. Begitu dia menjadi sultan, dialah yang berhak menjadi
gubernur DIY. Jadi, undang-undang tidak perlu intervensi terhadap tata
cara pengangkatan sultan. Itu menjadi tradisi keraton,” kata Ketua Umum
Partai Bulan Bintang (PBB) kepada wartawan saat usai meresmikan Kantor
DPW PBB DIY di Jalan Masjid Pakualaman Yogyakarta, Sabtu (9/9/2017). 
Pasalnya kata Yusril, apa yang telah diputuskan dan disepakti oleh
pemerintah di masa lalu harus dihormati. Baginya menghormati Yogyakarta,
Surakarta, dan kesultanan lain sebagai sejarah bangsa, sangat penting.
Untuk itu, urusan internal kesultanan dan keraton tak boleh dicampuri
terlalu jauh.
“Apa yang sudah disepakati pemerintah masa lalu, kita hormati saja.
Permasalahannyakan, undang-undang terlalu jauh mencampuri urusan
internal,” tuturnya.
Bahkan, dia mengusulkan agar pasal-pasal dalam UUK DIY No 13 Tahun
2012 yang terlalu jauh mencampuri urusan keraton, sebaiknya dihilangkan
saja. “Artinya pasal-pasal dalam undang-undang yang seolah-olah bisa
diartikan hanya laki-laki saja bisa jadi sultan, mestinya tak perlu ada.
Termasuk pencantuman gelar, riwayat hidup (yang mencantumkan istri),
menurut saya tak perlu lagi ada,” ujarnya.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra saat
sampaikan keterangan pers didampingi Ketua DPW PBB Hj, Sitoresmi
Prabuningrat dan Ketua KAPPU Pusat H. Muhanto di DPW PBB DIY, Sabtu
(9/9/2017)
Menurut Yusril, meskipun dalam sejarah Keraton Yogyakarta sejak
berdiri hingga saat ini belum pernah ada wanita yang memimpin takhta,
itu tidak menjadi masalah sepanjang sudah ada kesepakatan di internal
keraton. Setiap kesultanan atau keraton mempunyai mekanisme sendiri
untuk menyelesaikan hal-hal di luar tradisi atau adat kebiasaan
sebelumnya.
“Kalau keluarga (internal keraton) sudah sampai pada kesimpulan oke
setelah Hamengku Buwono (HB) X yang perempuan boleh naik takhta, ya
sudah pemerintah terima saja. Simpel,” tuturnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan uji materi belasan pemohon
terhadap UUK DIY No 13 Tahun 2012. Dalam putusan MK, ketentuan pasal 18
ayat (1) huruf m yang selama ini membatasi peluang perempuan telah
dibatalkan MK. Dalam pasal 18 ayat 1 huruf m menyebut calon gubernur dan
wakil gubernur DIY adalah warga negara RI yang harus menyerahkan daftar
riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan,
saudara kandung, istri dan anak. Kata istri ini menghambat putri tertua
HB X, GKR Mangkubumi untuk naik tahta dan menjadi gubernur DIY, karena
pasal ini seakan mengharuskan calon gubernur DIY seorang laki-laki.
(sdn.mcm/adm.abadikini)
Spesial Untuk Mu :  Panja RUU Pemilu Sedang Pertimbangkan Usulan Pemerintah 'Mengubah Cara Pemilihan Anggota DPD RI 2019'