JAKARTA, Sriwijaya Aktual – Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti curhatan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal dana disunat oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana sebelumnya sempat mengatakan PPATK terdampak pemblokiran anggaran oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencapai Rp23,16 miliar.
Pemblokiran tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani melalui surat edaran bernomor S-1040/MK.02/2022 tentang automatic adjustment belanja.
Ivan mengatakan pemblokiran tersebut sangat signifikan karena mengurangi 7,93% dan pada tahun 2023 PPATK hanya mendapatkan pagu sebesar Rp 292 miliar.
Di sisi lain, baru-baru ini Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan soal transaksi Rp300 triliun tersebut merupakan analisis keuangan soal potensi tindak pidana awal tindak pidana pencucian uang.
Ivan menjelaskan bahwa Kemenkeu merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang seperti dalam UU nomor 8 2010 sehingga setiap kasus yang berhubungan dengan kepabeanan dan perpajakan akan disampaikan ke Kemenkeu.
Ia mengatakan bahwa data-data soal potensi transaksi Rp300 triliun bukan merupakan adanya tindakan korupsi di Kemenkeu melainkan potensi tindak pidana awal pencucian uang yang harus ditindaklanjuti Kemenkeu sebagai pihak penyidik sesuai UU 8 tahun 2010.
Menanggapi hal tersebut, Refly berpedoman pada ucapan Mahfud bahwa ditemukan transaksi mencurigakan di Kemenkeu. Ia berharap tidak ada moderasi untuk menutup kasus yang kemungkinan ada.
“Pak Mahfud sudah memulainya dengan mengatakan bahwa ada pencucian uang tapi tiba-tiba ada moderasi di sini. Apakah karena ada sebagian anggaran yang disandera atau tidak kita tidak tahu,” ujar Refly, dikutip WE NewsWorthy dari kanal YouTube pribadi pada Rabu (15/3/2023).
“Yang jelas Kemenkeu dan Irjen tadi mengatakan itu adalah ibaratnya sebuah perputaran sebuah transaksi karena Kemenkeu itu ikut juga dalam proses penyidikan tindak pidana pencucian uang tetapi tindak pidana asalnya dari mana uang-uang itu,” sambungnya. (*)