JAKARTA, Sriwiaya Aktual – Menurut Ubedilah, Jokowi sudah terjerat dalam gurita oligarki yang ia suburkan di era kepemimpinannya.
“Fakta korupsi yang merajalela dan semakin tumbuh subur dengan data indeks korupsi yang sangat merah dengan skor 34 dan ratusan triliun uang rakyat dikorupsi adalah realitas yang tidak bisa dibantah terjadi di rezim Jokowi,” kata Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (10/3/2023).
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu juga menyebut fakta bahwa mafia, perjudian, dan narkoba tumbuh subur di dalam tubuh aparat penegak hukum di era Jokowi. Contoh kasus, bekas Kapolda Jatim, Irjen Tedy Minahasa terjerat kasus peredaran narkoba jenis sabu dan saat ini masih bersidang di PN Jakarta Barat.
“Itu adalah realitas yang tak terbantahkan, parahnya uang ilegal itu memunculkan kecurigaan digunakan untuk biaya pemilu,” kata Ubedilah.
Selain itu, Ubedilah juga menyebut adanya fakta tentang “rekening gendut” di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belakangan ini yang diungkap Menko Polhukam Mahfud MD. Hal itu, kata dia, semakin menguatkan asumsi bahwa banyak pejabat korup di rezim Jokowi.
“Kekayaan pejabat justru naik lebih dari 70 persen di tengah rakyat menderita terjadi pada rezim Jokowi adalah realitas yang mencurigakan yang juga tak bisa dibantah,” tegasnya.
Belum lagi, masih kata Ubedilah, ada juga fakta bahwa Korupsi Kolusi dan nepotisme (KKN) terjadi di lingkar Istana dan kroni-kroninya. Kemudian, fakta lain bahwa pelanggaran HAM baru yang banyak terjadi di rezim Jokowi.
Atas dasar itu, Ubedilah meniali Jokowi sulit untuk bersih-bersih karena sejumlah kebobrokan yang sudah bercokol di era kepemimpinannya.
“Itu semua membuat Jokowi tidak akan bisa bersih-bersih diri dan karenanya berpotensi akan menjadi seperti Muhyiddin Yassin di Malaysia,” tandasnya.
Sebelumnya, mantan PM Malaysia Muhyiddin Yassin ditangkap pada Kamis (9/3). Penahanan Muhyiddin dilakukan usai diperiksa atas kasus proyek pemulihan ekonomi yang dilakukan saat dirinya berkuasa.
Dia akan dijatuhi pasal dakwaan terkait penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang. (*)