Pengamat politik Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap (foto Istimewa) |
Rapat Paripurna DPR RI pada hari, Jumat (21/7/2017). Kala itu diwarnai
aksi walk out empat Fraksi dan nasib UU Pemilu pun sampai dengan
sekarang belum juga di tandatangani oleh Presiden Jokowi untuk dimuat
dalam lembaran negara.
Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap mengatakan ada dua kemungkinan
mengapa Presiden Jokowi belum menandatangani UU Pemilu tersebut.
karena masih ada waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah ditetapkan
DPR, ini dapat dinilai sebagai terbebas dari pertimbangan adanya konflik
terbuka sesama kekuatan politik atau Fraksi di DPR.
kekuasaan antara Rezim Jokowi dengan kekuatan politik bersikap walk out
saat proses penetapan UU Pemilu pada sidang paripurna DPR. Pada
prinsipnya, kemungkinan pertama ini tergolong positif,” ujar Muchtar
saat dihubungi abadikini, Minggu (30/7/2017).
konflik terbuka antar fraksi di DPR. Dikatakan Muchtar, Ada 4 Fraksi
tidak setuju diadakan voting untuk menetapkan beberapa isu krusial
sesama Fraksi, khususnya Presidential Threshold (PT) 20-25 persen.
dan parpol-parpol penentang PT. Pertemuan Prabowo dan SBY beberapa hari
lalu juga mengangkat isu politik PT ini. Mereka pada prinsipnya
mengkritik Rezim yang berusaha untuk memberlakukan PT. Bahkan dinilai PT
ini gagal logika. kemungkinan kedua pada prinsipnya tergolong negatif,”
paparnya.
menuturkan, Jokowi belum tandatangani UU Pemilu karena untuk menurunkan
tensi dan intensitas kritik dan kecaman terhadap Rezim Jokowi tentang
ngototnya Rezim memberlakukan PT 20 persen.
terbuka, seperti Yusril dll yang akan menggugat UU Pemilu di Mahkamah
Konstitusi (MK) hal ini yang mempengaruhi Jokowi mengapa belum juga
menandatangani UU Pemilu. Sehingga Hingga hari ini mereka belum bisa
menggugat karena status UU Pemilu belum ditandatangani Jokowi,”
pungkasnya. (beng.ak)