SriwijayaAktual.comPIMPINAN Pusat (PP) Muhammadiyah telah
menyelesaikan agenda Sidang Tanwir di Ambon. Kata tanwir berasal dari
Bahasa Arab, berarti pencerahan (aufklarung, enlightenment). Itu berarti
sebagai gerakan Islam Muhammadiyah harus terus melakukan dakwah
pencerahan.
Gerakan pencerahan dimulai dari kiprah ideolog sekaligus pendiri
Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, untuk meluruskan arah kiblat Masjid Besar
Kauman. Ijtihad Kiai Dahlan kemudian memicu konflik dengan pejabat
pemerintah, Kanjeng Penghulu Kamaludiningrat. Akibatnya, musala tempat
pengajian Kiai Dahlan dan murid-muridnya dirobohkan. Peristiwa perobohan
musala sama sekali tidak menyurutkan dakwah Muhammadiyah. Bahkan
ijtihad Kiai Dahlan merambah ke berbagai bidang, tidak sebatas
meluruskan kiblat salat.
Jika melihat kiprahnya, tampak sekali Kiai Dahlan telah melampaui
zamannya. Kiai Dahlan mempelopori penggunaan Bahasa Jawa dan Melayu
untuk berkhutbah Jumat. Juga memperbaiki pengelolaan ibadah haji,
program mubalig keliling, shalat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan,
penafsiran Alquran dengan bahasa lokal, dan pembentukan badan amil
zakat. Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan mengupayakan terbentuknya
sekolah modern dengan sistem klasikal. Kurikulum pendidikan masa itu
diperbarui dengan mengintegrasikan ilmu umum dan agama.
‘Kewelasasihan’
Di bidang kesehatan, Kiai Dahlan telah meletakkan dasar-dasar
pembangunan rumah sakit melalui majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem
(PKO). Tokoh Budi Utomo, Dokter Soetomo, yang pernah menjabat penasihat
Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah bidang kesehatan, merupakan figur yang
sangat berjasa dalam pengembangan rumah sakit. Pada 1924, Dokter Soetomo
ditunjuk untuk meresmikan poliklinik Muhammadiyah di Jalan KH Mas
Mansur, Surabaya.
Saat berpidato, Dokter Soetomo menyampaikan alasan dirinya bergabung
dengan Muhammadiyah. Dia menyampaikan bahwa paham ‘kewelasasihan’ yang
diajarkan Kiai Dahlan melalui berbagai kegiatan PKO telah memikat
hatinya. Tatkala meresmikan poliklinik Muhammadiyah Surabaya itulah
Dokter Soetomo mengajak undangan untuk menyumbang. Ajakan ini disambut
hadirin dengan antusias. Peristiwa ini menarik karena sebagian besar
undangan adalah ‘noni-noni’ Belanda. Dengan sukarela noni-noni Belanda
menyerahkan cincin, gelang, dan kalung yang dikenakannya untuk
disumbangkan ke poliklinik Muhammadiyah.
Kini Muhammadiyah sukses melewati usia satu abad. Hebatnya,
Muhammadiyah konsisten melakukan dakwah amar makruf nahi munkar, tanpa
sekalipun tergoda menjadi partai politik. Karena tantangan yang dihadapi
saat ini berbeda, orientasi dakwah Muhammadiyah juga harus berubah.
Jika pada periode awal, pendiri dan ideolog Muhammadiyah sukses
meluruskan arah kiblat sholat, pertanyaannya mampukah generasi
Muhammadiyah sekarang meluruskan kiblat bangsa?
Pertanyaan itu penting karena situasi kehidupan bernegara sedang
menghadapi banyak persoalan seperti ancaman terhadap kedaulatan bangsa
dan ketakadilan sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Soal kedaulatan dan
keadilan sosial itulah yang menjadi materi utama Sidang Tanwir di
Ambon. Sidang Tanwir di Negeri Seribu Pulau inipun menghasilkan Resolusi
Ambon yang berisi lima poin penting.
Meluruskan
Pertama, kedaulatan dan keadilan sosial merupakan asas, napas, serta
tujuan yang menggerakkan bangsa untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menciptakan perdamaian dunia. Kedua,
kedaulatan berarti kemerdekaan, yakni bebas dari belenggu perbuatan yang
bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Ketiga, keadilan sosial bermakna pemerataan kesejahteraan secara
proporsional bagi seluruh rakyat. Keempat, semua pihak harus menyadari
bahwa saat ini kedaulatan bangsa sering dipertaruhkan berbagai kelompok
kepentingan yang dengan tamak menggerus pranata hukum, menguras kekayaan
alam, dan menggusur rakyat kecil.
Kelima, pemerintah harus tegas dan percaya diri melaksanakan
kebijakan ekonomi yang prorakyat, menegakkan hukum dengan seadiladilnya,
dan mengelola sumber daya alam berdasarkan amanah konstitusi.
Pemerintah juga harus menata sistem kepartaian sehingga lebih aspiratif,
mencegah dominasi kelompok tertentu yang dengan kekuatan politik,
finansial, dan jaringan telah mendikte praktik penyelenggaraan negara.
Melalui Resolusi Ambon, Muhammadiyah ingin meluruskan kiblat bangsa.
Sebagai pilar civil society Muhammadiyah mendorong pemerintah mewujudkan
kedaulatan dan keadilan sosial untuk Indonesia berkemajuan. (*)
*(Dr Biyanto. Dosen UIN Sunan Ampel dan Wakil Sekretaris
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Artikel ini dimuat Surat Kabar
Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 2 Maret 2017)