Ilustrasi |
di dunia usai Perang Dunia I (1914-1918), ketika Eropa secara ekonomi
maupun politik porak-poranda akibat berperang satu sama lain. Peran AS
secara geopolitik semakin kokoh setelah Perang Dunia II (1939-1945),
yang tidak hanya menghancurkan Eropa—yang disusul dengan kemerdekaan
sejumlah negara di Asia dan Afrika, tetapi juga meredupkan pengaruh
Jepang di Asia Timur.
setengah juta tentara mereka tewas dalam perang yang diperkirakan
menelan tak kurang dari 50 juta orang (tentara plus sipil). Akan tetapi,
kota dan penduduk AS tetap aman (kecuali serangan Pearl Harbor oleh
Jepang yang dibalas dengan bom atom di Heroshima dan Nagasaki pada
1945), tidak ada wilayah yang memisahkan diri atau dicaplok musuh, dan
secara keseluruhan AS hanya menderita kurang dari 1% kerugian sebagai
dampak perang global tersebut.
yang tidak hanya mengendalikan Atlantik Utara tetapi juga mengontrol
seluruh perairan dunia. Mengontrol di sini tidak sekadar terlibat dalam
lau lintas laut, tetapi menentukan perdagangan laut: dengan membuat
aturan atau membatalkan aturan negara lain dengan ancaman akan dilarang
melintasi perairan internasional. Intinya, lalu lintas laut sepenuhnya
ditentukan oleh regulasi yang dibuat AS. Kemenangan As atas wilayah laut
dunia ini menjadikan mereka sebagai, tak hanya pengeruk kekayaan laut,
tetapi juga kekuatan militer laut adidaya—bandingkan dengan Indonesia
yang 2/3 wilayahnya laut tetapi mengandalkan angkatan darat.
menentukan nasib sejumlah negara seperti Prancis, Belanda, Belgia,
Itali, dan juga Inggris. AS bahkan mampu menduduki Jepang, yang
sebelumnya tak pernah terpikirkan oleh negara-negara Eropa.
kontrol atas negara jajahan, yang disebabkan minimal tiga hal:
pemberontakan dengan mengambil momentum kekalahan negara kolonial dalam
perang, dilepas begitu saja karena tak mampu mengendalikan lagi karena
menurunnya kekuatan militer dan pendanaan, atau merdeka karena diatur
AS—kemenangan Indonesia dalam beberapa perundingan dengan Belanda tak
bisa dilepaskan dari peran mereka.
AS. Akan tetapi, faktanya kemudian mereka tak mampu menyaingi kekuatan
ekonomi AS. Uni Soviet bahkan kemudian bubar pada 1991. AS yang
penduduknya hanya 4 persen dari populasi dunia, menguasai 26 produk
barang dan jasa di dunia. Kita bisa bayangkan kekuatan mereka.
George Friedman dalam bukunya yang terkenal “The Next 100 Years A:
Forecast for the 21st Century” meramalkan hal tersebut dengan sejumlah
indikasi.
dari perang yang menyedot banyak sumberdaya, defisit anggaran yang
sulit dikendalikan, kebergantungan pada minyak, korupsi di sektor bisnis
dan pemerintahan, kekerasan di sekolah dan universtias (bukti kegagalan
pendidikan generasi) dan sederet kebusukan lain yang dipercaya menjadi
bukti AS telah melewati puncak masa jayanya.
sekarang sudah sangat terlambat,” katanya, (hal. 15), mengutip
pernyataan dari kubu Kristen konservatif dan enviromentalis.
AS dapat bertahan adalah kekuatan militer. Dengan produksi senjata
besar-besaran, daerah atau negara yang berkonflik akan membutuhkan
senjata atau bantuan AS (dengan demikian bergantung secara militer dan
politik, seperti Arab Saudi), sedangkan di saat yang sama, wilayah
mereka tak pernah tersentuh perang. Oleh banyak ahli, perang setidaknya
akan membuat satu negara mundur selama 20 tahun. Dengan asumsi ini, AS
sangat mudah menyulut perang di negara-negara yang berpotensi menganggu
kepentingan nasional mereka.
paling strategis di dunia: Laut Cina Selatan, pantai Afrika, Teluk
Persia, Laut Karibea. Setiap kapal besar di dunia pasti terjangkau radar
angkatan laut AS dan pergerakannya harus mendapat persetujuan mereka.
Hal ini tak pernah terjadi sebelumnya, bahkan ketika Inggris menguasai
separuh dunia.
perdagangan internasional. Simpulannya, dominasi AS di sektor ekonomi
saat ini sangat bergantung kepada militer. Apabila ini tidak ada,
kedigdayaan mereka akan berangsur-angsur digantikan oleh negara lain.
pada ancaman besar. Terutama mulai 2020, Cina dan Rusia diprediksi oleh
Riedman akan memberikan tekanan terberat bagi AS. Dari kacamata budaya,
Cina yang dalam lintasan sejarah dianggap tidak agresif menyerang bangsa
lain akan lebih mudah diterima oleh bangsa-bangsa lain di seluruh
dunia. Penduduk yang besar, pertumbuhan ekonomi, teknologi dan militer
Cina akan dilihat sebagai pesaing paling stretegis bagi AS. Sementara
itu, ekonomi Rusia yang berangsur stabil akan membuat negara-negara
bekas Uni Soviet lebih mudah bekerjasama, yang disebut oleh penulis
“America’s Secret War” itu sebagai “Cold War Rematch” atau Ulangan
Perang Dingin (1947-1991). Dari sisi militer, Rusia menjadi negara
setelah AS yang memiliki teknologi paling canggih di dunia.(Dhuha Hardiansyah/Rimanews)